sebuah catatan perjalanan belajar menjadi manusia

Kisah Patah Hati : Kata-Kata Mario Teguh, Semoga Membantu

Sakit patah hati disebabkan oleh kebiasaan bukan sulitnya melupakan.

image by Pexels

Apakah Kamu Bahagia?


Apakah kamu bahagia?
Pertanyaan itu aku rasa sangat penting, lebih penting dari segala pertanyaan yang ada di dunia.  

Hal-hal yang kita miliki, orang-orang yang kita temui, dan semua keadaan kita saat ini akan terasa tidak berguna jika kita tidak bahagia. Namun seperti apakah kebahagiaan itu?

Pandanganku tentang kebahagiaan sama seperti sebuah selera humor.
Pada lelucon yang sama, tidak semua dari kita tertawa

Lahir di Pulau Surga

Aku pernah curiga, masih curiga dan akan selalu curiga bahwa dahulu akulah yang memilih kelahiranku sendiri.
Dari kejauhan sebelum lahir ke dunia aku melihat-lihat kehidupan macam apa yang akan aku masuki. Mungkin semacam tour, (rasanya seperti membuka-buka menu di meja makan restoran) lalu melihat sebuah pulau tropis dengan alam yang asri dan getaran spiritual tinggi. 

Teruslah Berpura-Pura Bijak Hingga Kau Lupa Kau sedang Berpura-Pura

Kita bertemu lagi wahai diriku sendiri.

"Berpura-Pura Bijak" adalah judul yang menarik bukan?

Bukan, aku bukan sedang mengajarimu untuk munafik, tidak sama sekali. Seperti yang kau tahu, bahwa pikiran kita adalah singa-singa yang kelaparan. Yang mana yang sering diberikan makan, yang itu akan semakin membesar. Yang mana yang sering diberikan makan, yang itu akan mengaum lebih kencang. Yang mana yang sering diberikan makan, yang itu akan mampu menjadi raja diraja.

Pikiran yang manakah yang akan kau fokuskan untuk menjadi pemenang?


Tentang Orang-Orang yang Membawa “Sampah” Kemana-Mana



Ketika sampah di rumah sudah penuh, maka kami harus membawanya ke tempat pembuangan sampah besar yang cukup jauh dari rumah. Di perjalanan, bau sampah itu sangat menyiksa walau sudah ditutup rapat. Belum lagi karena kemalasan saya yang membuat tumpukan sampah sangat banyak dan berat, sehingga keseimbangan motor yang saya gunakan untuk mengangkutnya menjadi terganggu.

full

Kisah Supir Taksi Online Bagian II : "I'd Rather Hustle 24/7 than Slave 9 to 5"

Telepon langsung berbunyi ketika aplikasi sudah menunjukkan data supir yang menerima orderan, kali ini acara sudah selesai dan saya harus kembali ke Kota Denpasar.

"Halo," saya segera mengangkat telepon dari nomor asing yang tertera di layar handphone.

"Mbak, bisa nunggunya di parkiran saja Mbak, disana banyak taksi yang nganggur, saya takut Mbak"

"Pak, saya di depan, di lobby kesini saja"

"Ada taksi Mbak di depan banyak"

"Mana, gak ada, Pak"

"Ya, Mbak saya minta tolong sekali, tunggu di Parkiran saja ya. Saya udah deket sekali ini"

"Aduhhhh ya ya"

Saya berjalan ke parkiran sedikit menggerutu. Harapan saya mendapatkan supir yang normal pupus sudah. Saya tetap kirimkan screenshoot data supir ke Adek untuk berjaga-jaga. Hahaha...


Kisah Supir Taksi Online Bagian I : Hurt People Hurt People

Aplikasi taksi online menunjukkan bahwa sistem sedang mencari supir. Tak lama berselang, muncullah sebuah foto, nama dan nomor kendaraan lengkap dengan 5 bintang berwarna kuning di bagian bawah. 

"Yes," kata saya yang saat itu memang sedang terburu-buru ke daerah Kuta

"Rumah nomor berapa Mbak?" sebuah pesan singkat masuk di aplikasi

"25x. Tapi tunggu di ujung gang ya, Pak soalnya mobil susah muter," balasku


Atheist yang Beriman



Iman, keyakinan, kepercayaan dan agama adalah hal yang absurd dan takkan pernah habis untuk diperdebatkan.

Seseorang pernah bertanya dua pertanyaan penting yang membuat saya membuat tulisan ini.

Ia bertanya kepada saya,
Bagaimana jika kebenaran yang sebenarnya adalah Tuhan tidak pernah ada?
Bagaimana jika semua kitab suci dan cerita agamamu adalah fiksi belaka?

Saat pertama kali mendapatkan pertanyaan tersebut, dada saya terasa sesak, tenggorokan saya tercekat dan alis saya otomatis berkerut. Serta pikiran-pikiran saya berbicara sendiri tanpa henti, tanpa terkendali.

Kita Tidak Bisa Terus Tertawa Pada Lelucon yang Sama


Seorang komedian bercerita tentang lelucon yang lucu dan semua penonton di hadapannya tertawa terbahak-bahak. Saking lucunya ada yang tertawa hingga mengeluarkan air mata dan gerakan-gerakan aneh yang hanya mereka yang mengerti. 

Setelah tawa mereda, komedian kembali menceritakan lelucon yang sama, penonton kembali terpingkal-pingkal namun sudah ada beberapa yang diam saja tiada ikut tertawa. Kemudian tanpa disangka, komedian memberikan lelucon yang sama lagi. Kali ini lebih sedikit penonton yang tertawa dan penonton yang diam saja sudah merasa aneh. 

Komedian terus mengulang lelucon tersebut sampai akhirnya tiada satu penonton pun yang tertawa. Kemudian dia berkata,"kita tidak bisa tertawa terus pada lelucon yang sama tapi mengapa kita menangis terus untuk alasan yang sama?"

Menulis dan Tidak Dibayar, Untuk Apa?


Sering saya mendengar saran, agar saya mengirimkan karya saya lagi ke koran dan tidak hanya menulis di blog ini dimana tidak ada yang membayar. Ya, mungkin saya akan mulai membuat cerpen atau mencoba membuat puisi dan mengirimkannya lagi, tapi saya juga akan tetap menulis di blog ini. Lho kan tidak dibayar, untuk apa?

Untuk apa ya, saya juga bingung kalau ditanya untuk apa. Saya membuat blog ini dengan mengorbankan waktu saya yang berharga untuk menulis dan hunting foto yang sesuai. Selain itu, saya mengorbankan kuota internet, mengorbankan dana untuk design, domain, maintenance dan lain-lain. Tapi apa yang saya dapatkan? Jika dalam bentuk materi memang belum ada namun jika hal lain ya, sudah banyak sekali.

salah satunya ini. Dari seseorang yang tidak ingin disebut identitasnya.
Bukan, ini bukan tentang menambah keeksisan diri, mengikuti trend atau yang lainnya. Saat ini saya fokus ke pengembangan diri saya sendiri dan blog ini adalah sarana bagi saya untuk bertumbuh sekaligus berbagi.

Kisah Dua Ekor Anjing dan Pemiliknya yang Tidak Suka Anjing

Saya adalah orang yang paling anti dengan binatang peliharaan, termasuk anjing. Kalau mereka bisa hidup bebas di luar sana mengapa mesti dipelihara?

Namun, saya tidak memungkiri semasih kecil dulu sempat terpikirkan oleh saya, ingin memiliki anjing kecil yang lucu yang bulunya seperti alas leyeh-leyeh, bulu-bulu sintesis lembut yang nyaman dan empuk. Namun niat itu hanya sebuah niat mengingat bahwa sebaiknya saya membeli boneka saja yang berbulu lembut yang tidak perlu makan serta BAK dan BAB, dan hal itu sangat disetujui oleh Ibu saya, "Nanti kamu tidak bisa merawatnya"

Namun, seperti yang saya ceritakan sebelumnya, dimana doa-doa saya selalu dikabulkan maka terjadi suatu hal yang tidak diduga-duga. Saya punya anjing . . .

D U A !

yes, this dogs deserve a blogpost

Kisah Seorang Anak, Pantai dan Lambang Swastika

Seorang anak duduk di dalam mobil Kijang keluaran tahun 1990 berdesakan dengan anak-anak lainnya. Di dalam pikirannya sudah terbayang hamparan pasir dan laut yang luas tanpa batas. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya, nafasnya lebih cepat namun tidak memburu. Perjalanan yang hanya 15 menit pun terasa terlalu lama untuk dinikmatinya dalam diamnya yang biasa.

Jalan yang berkelok dan berbatu menimbulkan goncangan-goncangan kecil di dalam mobil. Anak-anak lain yang rata-rata lebih tua dari dirinya terlihat asyik bercengkrama satu sama lain. Beberapa ada yang bernyanyi, oh nyanyian pujian kepada Tuhan!

Saat Pesan Kedamaian Terasa Begitu Membosankan


KEDAMAIAN YANG TIDAK POPULER 

Buku-buku kedamaian itu tergeletak begitu saja di rak-rak biasa, jarang ditempatkan di tempat khusus best seller. Kelas-kelas kedamaian itu sepi, tidak seperti kelas dengan tema "bagaimana meningkatkan pendapatan atau mencapai kebebasan finansial".

Tulisan tentang hal-hal damai minim peminat, berlumut dan hanya sesekali dibagikan. Grup-grup linimasa yang mengajarkan pesan kedamaian mengalir tenang, sementara grup yang suka berdebat, anggotanya mencapai ribuan dengan diskusi aktif dan saling cerca.

Anehnya yang diperdebatkan adalah agama yang katanya membawa kedamaian.

Orang-orang berdebat tentang bagaimana jalan menuju kedamaian. Sungguh ironi.
Kedamaian, bagi sebagian orang sangatlah membosankan.

Kedamaian, sama tidak populernya dengan kesunyian. Maka ketika ada orang yang menyukai kesendirian bahkan hingga akhir hidupnya tanpa kawan dan tidak menikah, akan dikasihani oleh sekitar. Mereka lupa, sepi bukan berarti kesepian. 

Perempuan yang Memiliki Saudara Perempuan, Pasti Mengerti Hal-Hal Ini

Memiliki seorang saudara memang sebuah anugerah tersendiri. Banyak hal yang bisa dilakukan bersama, walaupun tak jarang pula memicu pertengkaran kecil yang selalu berdamai pada akhirnya. Tumbuh dan besar di lingkungan yang sama sejak dilahirkan membuat sepasang saudara sering memiliki pengalaman dan perasaan yang saling mengerti satu sama lain.

Dilansir dari www.nationalgeographic.co.id, ada sebuah studi yang dilaksanakan di tahun 2014 yang menemukan bahwa:
orang yang memiliki saudara laki-laki atau perempuan cenderung lebih empati, peduli dan dermawan dibandingkan anak tunggal. Hal ini disebabkan sejak kecil, mereka telah belajar berbagi dan berkompromi
Penelitian yang mengkhusus tentang saudara perempuan ternyata juga ada, seperti yang diberitakan oleh www.bbc.co.uk dimana para peneliti menanyai 571 orang berusia antara 17 dan 25 tahun mengenai kehidupan mereka dan menyimpulkan:
mereka yang tumbuh dengan saudara perempuan lebih besar kemungkinan menjadi bahagia dan seimbang.
Benarkah hal-hal tersebut di atas? Berikut saya ceritakan pengalaman saya memiliki saudara perempuan yang bernama Adek, sekaligus sebagai ungkapan terima kasih kepadanya yang sudah menjadi teman setia di dalam segala hal, sejak dulu hingga sekarang.

BTW foto di kiri diambil tanpa unsur kesengajaan. Amazing! Gayanya masih sama sejak belasan tahun yang lalu yaitu gaya kepala gatel

Here you go, Adek you are my…

Tolong Berhenti "Gek Gek-in" Saya di Jalan

"Gek, Gek... Hai," kata seorang laki-laki
"Cewek...cewek.... Suit-suit"  kata temannya yang lain sambil bersiul lalu tertawa genit
Saya melihat mereka berdua beberapa detik lalu melanjutkan perjalanan.
Dalam hati saya berkata, "Saya harus menuliskan ini di blog"

Mengenang Mantan sebagai Pahlawan


Disclosure : Tulisan ini saya persembahkan untuk sahabat saya yang sedang dalam proses tawar menawar mantan menjadi pahlawan.  

Di suatu pagi yang dingin sambil menunggu matahari terbit, kami berdua terdiam. Dia ingin mendekat namun diri ini menjauh. Beberapa saat kemudian saya meninggalkan dia sendirian menatap matahari terbit seperti yang ia inginkan. Sesampainya saya di rumah, ia mengirim pesan, “sebaiknya kita hanya berteman”. Lalu dia sedikit menambahkan di pesan lainnya, “suatu hari nanti, kirimkanlah undangan pernikahan”.

Kami berdua sungguh tahu hubungan ini tidak akan berjalan seperti yang diharapkan. Saya tahu, sedih itu pasti datang, hanya saja bercampur sebuah kelegaan daripada dipaksakan. Kami berdua orang yang baik, namun tidak bisa dipersatukan. Saya tahu, hatinya bukan untuk saya seorang. Saya tahu, hati saya juga tidak mampu untuk melanjutkan. Lebay? Iya. Ini kisah kasih SMA yang aneh, absurd dan termehek-mehek. Dia penyemangat saya ketika Ujian Nasional, dia memberikan pertimbangan jurusan kuliah hingga mengirimkan buku profil berbagai universitas, dia kekasih yang tak banyak dikenal, dia kisah yang manis namun hanya untuk dikenang tidak untuk terulang.        

Beberapa tahun setelahnya, ternyata saya bertemu kisah-kisah lainnya yang kurang lebih berakhir sama. Bahkan ada yang lebih lebay dan drama, hingga malaikat pelindung saya berekspresi seperti ini

Hahaha.. Sorry Mum,

Ada sebuah kata bijak yang mengungkapkan,
Jika hal itu bukanlah masalah 5 tahun mendatang, jangan menghabiskan waktu lebih dari 5 menit untuk memikirkannya.

Kisah Lantai yang Kotor dan Kegagalan Seorang Menantu



Saat itu saya masih kuliah dan praktek di kabupaten lain yang mengharuskan saya untuk tinggal di sana selama satu bulan. Biasanya ketika mendapat tempat praktek di kabupaten lain, saya akan mencari kamar kost yang berupa kamar terpisah dengan tuan rumah dan tinggal bertetangga dengan teman-teman yang kebetulan mendapat tempat praktek disana. Namun karena beberapa hal, pertama kalinya saya harus tinggal bersama dengan tuan rumah dengan cara mengontrak satu kamarnya sehingga mau tidak mau saya juga ikut melihat apa-apa saja yang terjadi dalam keseharian keluarga tersebut.

Kisah yang Tersisa di Panti Werda

Sebuah tanda pemberitahuan muncul di layar telepon pintar saya, sebuah jawaban pesan dari adik perempuan yang kini sedang menjalani praktek studi ilmu keperawatan.

Adek mangkin praktek di Panti Werda” 1) tulisnya. 

Saya teringat beberapa tahun yang lalu saya juga mengalami masa-masa itu. Masa praktek mahasiswa perawat yang berpindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, dari satu puskesmas ke puskesmas lain, dari satu banjar2) ke banjar lain, ke rumah-rumah warga serta ke Rumah Sakit Jiwa dan Panti Werda. Lupa-lupa ingat, saya sampaikan pada adik saya untuk mencari pasien saya yang dulu dengan mengandalkan ciri-ciri tempat tinggalnya. Saya hanya ingin tahu bagaimana kabar Odah3) itu sekarang, apakah masih sehat? Semoga saja.

Selebaran Intoleransi Masa Kini

Saat itu di suatu hari di pukul 06.00, saya kecil yang baru bangun tidur langsung menghidupkan televisi. Saya berharap ada acara anak-anak, namun malah sebuah ceramah salah satu agama yang sedang tayang. Saya mendengarkannya dan ibu yang saat itu sudah lebih dahulu bangun ikut menonton dan berkata,
semua agama sama saja, mengajarkan kebaikan  

Lalu kami menonton ceramah itu berdua.

Saat itu di hari yang lain di pukul 14.00, saya sudah pulang sekolah dan sudah menyantap makan siang. Televisi menjadi satu-satunya hiburan dan ternyata sedang tayang serial televisi bertema keagamaan. Tanpa berkata-kata, ibu saya ikut menontonnya. Sejak saat itu serial itu menjadi tontonan wajib kami walaupun ada beberapa bagian yang tidak kami mengerti karena bukan ritual agama sendiri.

Jangan Menjadi Orang Lain


Teruntuk diriku yang senang mengamati,

Jangan menjadi orang lain. Jangan. Karena orang lainpun berusaha keras menjadi orang lain yang berarti mereka tak cukup mencintai dirinya sendiri. Untuk apa menjadi orang yang seperti itu?

Melihat seorang yang sukses ingin seperti dia, melihat wanita yang cantik ingin seperti dia, melihat anak yang berbakti ingin seperti dia. Melihat hal ini ingin menjadi ini, melihat hal itu ingin menjadi itu. Kau terlalu memaksakan dirimu menjadi sempurna namun ada satu yang kau lupa bahwa kau juga istimewa.

Custom Post Signature

Custom Post  Signature