sebuah catatan perjalanan belajar menjadi manusia

Filosofi Nyetrika

Inspirasi yang paling nikmat adalah ketika kita mengalami "AHA Moment" pada kehidupan sehari-hari yang rasanya biasa-biasa saja. Ketika orang lain melakukan suatu kegiatan rumah tangga dengan menggerutu, maka syukur yang tak terhingga saya panjatkan ketika saya bisa mengambil makna dari sebuah rutinitas. 

Nyetrika, salah satu tantangan bagi seseorang yang tidak mau di rumahnya ada pembantu namun takut baju rusak kalau dikirim ke loundry. Hahaha... 
Jadi semua harus saya kerjakan sendiri dan menyetrika dalam cuaca yang teramat panas seperti ini membutuhkan kesabaran ekstra.



Ada begitu banyak jenis pakaian dari semua anggota keluarga yang harus saya setrika. Dari pakaian anak sampai dewasa, dari pakaian kantor sampai baju rumah, dari pakaian sembahyang sampai kaos kaki! 

Berhubung semua harus saya selesaikan maka saya mulai melakukannya dengan mengambil yang kecil dan mudah seperti baju dalam, kaos kaki, dan sejenisnya. Lalu saya lanjutkan dengan yang mudah-mudah lagi seperti kaos oblong, celana buntut sehari-hari. Panas udara ditambah hawa panas setrika membuat peluh saya mengucur. Jika melihat tumpukan baju-baju yang belum dijamah membuat peluh semakin deras. Waduh kalau begini mana bisa selesai? Yang kecil-kecil saja belum habis. 


Saya tetap melanjutkannya satu persatu. Mudah memang, namun karena jumlahnya banyak dan rasanya tak habis-habis melelahkan juga. 15 menit sudah berlalu, rasa malas mulai menghinggapi. Saya melihat kembali tumpukan baju tersebut dan mulai berpikir. Bagaimana kalau seandainya rasa malas saya tak bisa dikalahkan sementara baju-baju kerja dan baju sekolah belum disetrika? Akankah saya melanjutkannya atau menundanya hingga esok? 

Saya tahu diri saya sendiri, maka  terkadang cara untuk mengambil yang mudah dan remeh temeh terlebih dahulu manjur juga. Di hari-hari kemarin mau tidak mau saya melanjutkannya hingga selesai karena pakaian yang penting saya setrika belakangan. Tapi akankah hari ini seperti itu? Apalagi masih ada hari esok yang menggoda saya untuk menunda. Akankah saya menyelesaikannya atau meninggalkannya? 

Nah, pikiran saya mulai melangkah terlalu jauh. Masihkah saya bangun esok hari jika saya menunda menyetrika baju-baju penting? Masihkah esok saya ada kesempatan untuk menyetrika? 

Saya terdiam sejenak dan "AHA"! 
Mungkin selama ini saya salah menerapkan strategi. Saya selalu melakukan hal kecil dan remeh terlebih dahulu untuk kemudian hal yang lebih penting saya letakkan belakangan. Bukan hanya saat menyetrika. Hampir di segala bidang di hidup! Saya mencoba mengakali diri saya sendiri agar menyelesaikan semuanya : yang besar dan yang kecil, yang remeh dan yang penting..... dengan taktik yang "paling penting" saya letakkan belakangan agar ujung-ujungnya semuanya selesai.

Di sini saya mulai menyadari saya harus mengubah cara saya menetapkan prioritas. Saya mulai mempertanyakan bagaimana ketika saya akan menyetika pakaian yang penting namun tenaga saya sudah habis oleh pakaian remeh temeh tadi? Atau extreme-nya seperti saya katakan tadi bagaimana jika saya menunda esok hari karena terlalu capai lalu esok ternyata tak ada lagi? 

Saya mengubahnya hari ini. Saya prioritaskan pakaian yang penting terlebih dahulu : pakaian kerja, pakaian sekolah dan atributnya. Walaupun berat karena butuh ketelitian ekstra (ibu saya sangat marah jika hasil setrikaan saya ada lipatan yang tidak sesuai. Hahaha) namun setelah selesai semuanya rasanya.... lega!!!! Pakaian-pakaian yang kecil-kecil tadi bisa saya kejakan sambil santai atau ditunda juga tidak jadi masalah. 

Inilah yang mungkin terjadi pada saya dan mungkin anda. Kadang hal-hal remeh temeh yang kita dahulukan : menonton tv, mengecek media sosial, bersantai walaupun tugas utama kita belum kita selesaikan. Kita juga melakukan hal-hal yang bisa ditunda esok hari atau di hari-hari lainnya namun kita mengabaikan orang-orang yang ada dalam hidup kita yang seharusnya kita prioritaskan. 

Mengecek likes di instagram, melihat kehidupan orang lain lewat postingan dan video, dan lain lain rasanya lebih sering kita lakukan daripada bertukar pikiran, bersenda gurau, berbagi cerita.... 

Bukankah belum tentu di esok hari kita bisa bertemu lagi dengan orang yang ada di sebelah kita saat ini? Jika kita memang biasanya bertemu setiap harinya, bukankah belum tentu pula esok hari kita bisa bangun dan bisa melihat dunia? Ketika hal itu terjadi mungkin hanya ada penyesalan saja yang tersisa mengapa hanya ada sedikit waktu untuk bersama, mengapa kita seringkali lupa.....
Be First to Post Comment !
Post a Comment

Custom Post Signature

Custom Post  Signature