sebuah catatan perjalanan belajar menjadi manusia

Kita Tidak Bisa Terus Tertawa Pada Lelucon yang Sama


Seorang komedian bercerita tentang lelucon yang lucu dan semua penonton di hadapannya tertawa terbahak-bahak. Saking lucunya ada yang tertawa hingga mengeluarkan air mata dan gerakan-gerakan aneh yang hanya mereka yang mengerti. 

Setelah tawa mereda, komedian kembali menceritakan lelucon yang sama, penonton kembali terpingkal-pingkal namun sudah ada beberapa yang diam saja tiada ikut tertawa. Kemudian tanpa disangka, komedian memberikan lelucon yang sama lagi. Kali ini lebih sedikit penonton yang tertawa dan penonton yang diam saja sudah merasa aneh. 

Komedian terus mengulang lelucon tersebut sampai akhirnya tiada satu penonton pun yang tertawa. Kemudian dia berkata,"kita tidak bisa tertawa terus pada lelucon yang sama tapi mengapa kita menangis terus untuk alasan yang sama?"

Menulis dan Tidak Dibayar, Untuk Apa?


Sering saya mendengar saran, agar saya mengirimkan karya saya lagi ke koran dan tidak hanya menulis di blog ini dimana tidak ada yang membayar. Ya, mungkin saya akan mulai membuat cerpen atau mencoba membuat puisi dan mengirimkannya lagi, tapi saya juga akan tetap menulis di blog ini. Lho kan tidak dibayar, untuk apa?

Untuk apa ya, saya juga bingung kalau ditanya untuk apa. Saya membuat blog ini dengan mengorbankan waktu saya yang berharga untuk menulis dan hunting foto yang sesuai. Selain itu, saya mengorbankan kuota internet, mengorbankan dana untuk design, domain, maintenance dan lain-lain. Tapi apa yang saya dapatkan? Jika dalam bentuk materi memang belum ada namun jika hal lain ya, sudah banyak sekali.

salah satunya ini. Dari seseorang yang tidak ingin disebut identitasnya.
Bukan, ini bukan tentang menambah keeksisan diri, mengikuti trend atau yang lainnya. Saat ini saya fokus ke pengembangan diri saya sendiri dan blog ini adalah sarana bagi saya untuk bertumbuh sekaligus berbagi.

Kisah Dua Ekor Anjing dan Pemiliknya yang Tidak Suka Anjing

Saya adalah orang yang paling anti dengan binatang peliharaan, termasuk anjing. Kalau mereka bisa hidup bebas di luar sana mengapa mesti dipelihara?

Namun, saya tidak memungkiri semasih kecil dulu sempat terpikirkan oleh saya, ingin memiliki anjing kecil yang lucu yang bulunya seperti alas leyeh-leyeh, bulu-bulu sintesis lembut yang nyaman dan empuk. Namun niat itu hanya sebuah niat mengingat bahwa sebaiknya saya membeli boneka saja yang berbulu lembut yang tidak perlu makan serta BAK dan BAB, dan hal itu sangat disetujui oleh Ibu saya, "Nanti kamu tidak bisa merawatnya"

Namun, seperti yang saya ceritakan sebelumnya, dimana doa-doa saya selalu dikabulkan maka terjadi suatu hal yang tidak diduga-duga. Saya punya anjing . . .

D U A !

yes, this dogs deserve a blogpost

Kisah Seorang Anak, Pantai dan Lambang Swastika

Seorang anak duduk di dalam mobil Kijang keluaran tahun 1990 berdesakan dengan anak-anak lainnya. Di dalam pikirannya sudah terbayang hamparan pasir dan laut yang luas tanpa batas. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya, nafasnya lebih cepat namun tidak memburu. Perjalanan yang hanya 15 menit pun terasa terlalu lama untuk dinikmatinya dalam diamnya yang biasa.

Jalan yang berkelok dan berbatu menimbulkan goncangan-goncangan kecil di dalam mobil. Anak-anak lain yang rata-rata lebih tua dari dirinya terlihat asyik bercengkrama satu sama lain. Beberapa ada yang bernyanyi, oh nyanyian pujian kepada Tuhan!

Custom Post Signature

Custom Post  Signature