sebuah catatan perjalanan belajar menjadi manusia

Jika Aku Tahu Umurku Tak Lama Lagi

Jika aku tahu umurku tak lama lagi, maka aku akan lebih banyak menulis. Aku tidak ingin semua pemikiran, ide dan gagasanku ikut terbenam bersama raga tanpa ada yang mengetahuinya. Aku ingin menjadi kenangan dan memberi manfaat bagi orang-orang termasuk mereka yang tak ku kenal. Aku akan menulis tentang segala hal, karena hanya hal itulah yang bisa kulakukan dengan maksimal. Aku akan menulis tentang keluarga, tentang cinta, tentang perenungan-perenungan di dalam jiwa. Aku akan menuliskan terimakasih yang tak terhingga pada orang-orang di sekitar yang berjasa, termasuk pada mereka yang membuatku menderita karena mereka mengajarkanku segalanya.


Jika aku tahu, aku akan segera mati, aku akan membereskan dendam di hati. Aku akan berterimakasih dan meminta maaf pada sahabat dan orang-orang yang kubenci. Aku pikir, saat ajal di depan mata, baik dan buruk akan terlihat sama saja, memberi warna dalam kehidupan di dunia. Semua orang pernah salah dan mungkin menyakiti hati, maka aku harus membawa sakit hati itu pergi dan menyudahi segala permusuhan di dalam diri.  

Aku juga akan lebih toleran terhadap perbedaan, berprasangka baik dan tidak menghakimi. Seseorang pernah berkata padaku, bahwa tidak mungkin seisi bumi memiliki pemikiran sama seperti diriku. Hal itu sangat membantu ketika aku merasa paling benar tanpa peduli bahwa di atas benar, masih ada kebenaran lainnya. Hal itu membuat aku menyadari bahwa manusia memang sengaja diciptakan berbeda-beda sesuai dengan misinya.   

Jika aku tahu ajal semakin mendekat, aku akan menghitung mundur dan berkalkulasi apa lagi yang bisa kulakukan untuk dunia ini, untuk kemanusiaan, untuk bumi, juga untuk diriku sendiri. Aku akan lebih banyak memberi, mencintai dan menolong sesama. Aku akan bermain dengan anak-anak, bercengkrama dengan bayi, bercerita dengan orang lanjut usia, tertawa bersama mereka yang sedih hatinya.

Jika aku tahu malaikat maut akan segera mengetuk pintu, maka aku akan lebih menikmati saat ini. Aku akan pergi ke pantai, ke gunung, ke sungai, ke alam bebas. Aku akan mensyukuri betapa surga itu terpampang nyata di depan mata, namun hidupku terlalu terburu-buru untuk menyadarinya.  Aku akan berjalan lebih lambat, menghirup udara lebih dalam dan tersenyum lebih lebar. Aku akan kejar matahari, aku daki gunung yang tinggi atau aku akan sekedar duduk-duduk di tepian sawah menghalau burung-burung pemakan padi, dan menikmati bahagia yang hakiki. Bahagia yang sederhana, sesederhana bunga yang mekar, sesederhana pelangi yang muncul tiba-tiba, sesederhana tetesan air yang turun tergelincir di daun, mencium bumi.

Jika aku tahu mungkin saja waktuku tak banyak, aku tidak akan rela waktuku terbuang sia-sia untuk hal yang tak berguna. Aku akan menghabiskan banyak waktu untuk keluarga dan orang-orang yang kucinta. Aku akan melakukan hal-hal prioritas daripada sekedar menatap layar sosial media untuk ingin tahu kehidupan orang lain atau gosip artis ternama. Aku tidak akan khawatir tentang hal remeh temeh seperti kemungkinan orang-orang membicarakanku di belakang dan semacamnya, karena mereka tidak akan menemaniku pergi dari dunia. Aku juga tidak akan khawatir tentang bentuk tubuh, tentang benda-bendaku yang ketinggalan jaman, tentang pakaian dan segala hal lain yang telah usang. Karena di alam sana belum tentu aku masih membawa raga dan rupa seperti di dunia, karena saat ini yang penting adalah apa yang bisa kulakukan di waktu yang masih tersisa.

Aku ingin tidak ada kekhawatiran di setiap detik yang bergerak dari jarum jam yang mengindikasikan waktuku yang terus berkurang. Ada banyak orang yang mampu melakukan hal-hal berarti dengan modal 24 jam yang sama di setiap harinya. Ada banyak orang yang mampu melakukan hal luar biasa di waktu yang lebih pendek yang dimiliki manusia rata-rata.

Apakah aku juga bisa?  

Aku tidak ingin ada penyesalan di detik-detik waktu terakhir, karena sejak saat ini aku sadar, aku sedang sekarat tanpa ku ketahui. Semua manusia sekarat tanpa dia sadari. Bahkan Orang Bali berkata “atma baan nyilih”, nyawa hanyalah pinjaman.  Semua yang lahir sudah divonis mati.

Seseorang pernah berkata padaku, “Siapakah yang benar-benar mengetahui kapan tiba hari kematiannya sendiri?” Adalah sangat mungkin bahwa Yang Maha Memiliki meminta jiwa tiba-tiba kembali ketika pasir waktu tak bersisa sebutirpun lagi.

Entah itu 100 tahun, ataukah 1 menit lagi.

Semoga hidupku bisa berarti.

Serta damai di hati, damai di bumi, damai selalu.

Hingga tiba saat itu.
Be First to Post Comment !
Post a Comment

Custom Post Signature

Custom Post  Signature