sebuah catatan perjalanan belajar menjadi manusia

Tidak Ada yang Gratis

Dulu saat masih anak-anak ingin cepat dewasa agar bisa membuat keputusan sendiri, setelah dewasa malah ingin kembali menjadi anak-anak karena tidak banyak yang harus dipikirkan. 

Saat belum menikah ingin cepat menikah agar bisa bersama selamanya, setelah menikah malah ingin kembali lajang agar waktu untuk diri sendiri lebih banyak. 

Waktu jadi pegawai ingin jadi bos agar bisa duduk tenang leha-leha, setelah jadi bos lebih baik jadi pegawai saja kerja fisik dan bertemu klien namun tidak pusing memikirkan konsep agar tak banyak komplain. 


Luka Fisik Vs Luka Bathin

Jika seseorang terjatuh saat berjalan dan mengalami luka pada bagian tubuhnya, maka akan banyak orang terdekat yang mengasihinya datang menolong. Lain halnya jika ia mengalami suatu masalah lalu batinnya jatuh dan terluka. Orang terdekatnya bisa menganggapnya hal yang biasa saja dan akan sembuh dengan sendirinya. Nasihat paling sering diberikan adalah "sabar... Sabar" lalu mereka berlalu dengan perlahan. Haruskah ia mematahkan dua tangannya dulu untuk mendapat kepedulian?

Luka di batin lebih berbahaya dari luka fisik. Jika kita terjatuh secara fisik sudah jelas sakitnya dan kemungkinan bisa disembuhkan atau tidaknya, maka jika batin kita yang luka selain sulit menanganinya bisa mengakibatkan penderitaan berkepanjangan bahkan kematian yang tiada terduga. 

Banyak kita dengar tindakan bunuh diri dipicu oleh hal-hal yang sepele. Diejek, diputus pacar, tidak dibelikan sesuatu, dan banyak hal remeh lainnya. Sebenarnya tidak sedangkal itu latar belakangnya. Jika kita runtut lebih jauh dan mencari akar masalahnya, hal-hal tersebut hanyalah pemicu yang merupakan di titik klimaks dari pertahanan mental sebuah individu. Tidak usah mencibir, mengatakan goblok, bodoh, tidak bersyukur dan sebagainya pada pelaku, karena siapatahu kita merupakan salah satu yang berperilaku mirip dengan orang-orang yang ikut andil di dalam melukai hati orang itu. 

Kita menciptakan sebuah pergaulan yang biasa menggunakan kekurangan fisik sebagai candaan. Kita juga sering mengungkapkan pernyataan yang tanpa sadar membanding-bandingkan. Pemberian nama alias berdalih keakraban, Gossip, sindiran, ejekan yang kita lontarkan bertubi-tubi dengan bungkus guyonan. 

Nyamankah ia yang kita perlakukan seperti itu? Belum lagi pengabaian kita yang total karena kita tak punya banyak waktu untuk orang tersebut karena kesibukan kita dan hal lainnya yang lebih kita prioritaskan. 

Sebuah pengabaian pada luka batin adalah hal yang berbahaya. Jika kita tak mengubah bagaimana perilaku kita akan semakin banyak korban lainnya. Luka fisik mungkin akan berbekas, tapi takkan terasa sakit lagi. Luka batin muncul setiap kali teringat dan sakitnya bahkan bisa meningkat kadarnya jika tak tertangani segera. Luka fisik jarang yang menimbulkan luka batin, namun luka batin sering bermanifestasi ke fisik. Itulah mengapa ada penyakit-peyakit psikosomatis dalam dunia kesehatan. 


Kita berperilaku mirip seperti orang tua yang lebih khawatir anaknya tidak makan daripada anaknya tidak bermain. Kita akan marah-marah jika si anak tidak makan tapi tak melakukan apapun ketika ia mengeluh bosan dan murung. Secara fisik anak-anak akan bertahan tidak makan, namun secara mental ketika anak sudah tak ingin lagi bermain dan tak ceria seperti biasanya, hal yang menjadi pemicunya akan terkenang hingga dewasa. Berapa banyak kesedihan masa kecil kita masih teringat hingga kini? Berapa besar pengaruh kata-kata sepele seseorang di masa lalu mengganggu pikiran kita hingga kini? 

Mari Berpikir yang baik, berkata yang baik, berbuat yang baik pada semua orang. Walaupun orang lain terlihat baik-baik saja, kita tak pernah tahu pertarungan batin apa yang ia hadapi sebenarnya. Dan jangan sampai kita menjadi salah satu penoreh luka batin yang akan ia ingat selamanya. Jadilah penyembuh, jadilah perawat. Bebaskan batinnya namun sebelum itu, batin kita perlu menjadi bebas terlebih dahulu. 

Mari Memotret Kehidupan

Kita membawa 2 buah kamera kemanapun kita pergi. Kamera yang memiliki resolusi dan fitur yang berbeda-beda tergantung dari si empunya. Kamera yang bisa berkembang kemampuannya menjadi tak terbatas walaupun ukurannya tak berubah. Dua kamera tersebut disebut dengan mata. Ia bisa melihat, ia bisa memotret, bahkan ia bisa langsung mencetak foto dan meyimpannya. 

Hasil foto yang tersimpan sesuai dengan aliran dari sang fotografer. Ada dominan menyukai kebahagiaan, ada pula yang memotret kesengsaraan. Namun foto adalah foto. Kejadian adalah kejadian, yang bisa menimbulkan banyak penafsiran. Hal yang membuat berbeda adalah caption yang ditambahkan. 

Derita Ibu Kunti

Seseorang manusia yang paling berani yang hanya pernah saya ketahui pernah hidup di dunia melalui cerita adalah Ibu Kunti. Keberanian dan kekuatannya menurut saya mengalahkan siapapun yang diproklamirkan paling berani. Ia adalah yang berani di atas pemberani. Ibu Kunti dalam cerita Mahabrata mengalami penderitaan demi penderitaan di dunia. Ditinggal mati oleh suaminya, terpisahkan oleh anak pertamanya, menghadapi penghinaan dan pengasingan di hutan, menyaksikan kematian cucu-cucunya, dan masih banyak derita fisik dan bathin lainnya. 


Custom Post Signature

Custom Post  Signature