Aplikasi taksi online
menunjukkan bahwa sistem sedang mencari supir. Tak lama berselang,
muncullah sebuah foto, nama dan nomor kendaraan lengkap dengan 5 bintang
berwarna kuning di bagian bawah.
"Yes," kata saya yang saat itu memang sedang terburu-buru ke daerah Kuta
"Rumah nomor berapa Mbak?" sebuah pesan singkat masuk di aplikasi
1 menit kemudian pesan berbunyi lagi
"Halo jadi gak?"
"Jadi Pak"
"Kok lama ya?"
"Sebentar Pak"
Saya
mulai panik karena Adek yang berjanji mengantar hingga ke ujung gang
belum kembali dari kampusnya. Saya akhirnya keluar dan berlari ke ujung
gang yang jaraknya sekitar 500 meter.
Setibanya di dalam mobil dengan ngos-ngosan...
"KOK LAMA SIH?" kata bapak di kemudi membentak. Saya terkejut dan masih mengatur nafas
"Iya maaf Pak"
"SAYA TANYA KAMU SEKARANG, KENAPA KAMU LAMA?"
Saya
terdiam dan mulai meragukan bintang lima yang didapatkannya. Beginikah
pelayanan supir bintang 5? Lha kok dia mirip guru saya yang galak ya?
"Iya
tadi nunggu Adik untuk mengantar belum datang, jadi saya lari. Rumahnya
di gang paling ujung... jauh," kata saya di sela nafas yang tersengal.
"Ah, begitu aja jauh. Itulah akibat kamu jarang olahraga!"
Lalu mobil mulai bergerak dari tempatnya semula.
"Yeah Mr. Know-It-All. Bodok ya, mau bilang apa yang penting saya sampai tujuan sudah keburu waktu," pikir saya. Lalu saya screen capture data
Pak Supir tersebut dan mengirimkannya ke Adek sebagai antisipasi jika
saya tidak selamat di mobil ini dialah pelakunya. Hahaha...
Mobil
melaju dengan kecepatan sedang mencoba membelah macetnya kota Denpasar.
Tak berapa lama merasa kesal saya tersadar sesuatu. Hei!!!! "Hurt People Hurt People".
Kata-kata itu terus terngiang di benak saya. Dia berlaku seperti itu
dengan orang yang baru saja dikenalnya bukanlah kehendak sadarnya, namun
sebuah reaksi dari pengalaman-pengalaman yang didapatkannya.
Seseorang, hanya bisa memberi apa yang dia punya kan?
"Bapak sering dibohongi penumpang ya?" tanya saya tanpa ba bi bu
"Sering
Mbak. Malem-malem main-main aplikasi saya sudah dateng nunggu, pesan
gak dibalas, telepon gak diangkat lalu hpnya mati sampai sekarang. Belum
lagi penumpang yang banyak maunya sewenang-wenang bayar gak seberapa
saja sudah berani merintah merintah saya, memangnya saya apa? Banyak
penumpang aneh-aneh. Kesel saya!"
"Tuh kan..." kata saya dalam hati dan kesal saya sudah memudar.
"Belum
lagi ini perusahaan kebijakan berubah-berubah. Selalu dapat
pemberitahuan ada bonus ini itu tapi syarat dan ketentuannya sulit harus
mengambil jam malam. Memangnya siapa yang pergi atau pulang malam
kecuali yang nakal-nakal mbak?"
"Kerja kali Pak"
"Iya kerja di Cafe aja yang bisa gitu!"
😒 😒 😒
"Sudah berapa lama jadi Driver Pak?"
"Baru 2 bulan. Dulu saya guide"
"Wah, pintar bahasa asing dong ya"
"Iya
bisa Inggris dan Jerman. Ada lho saya ajak penumpang anak-anak jemput
di les bahasa inggris. Aduh, sombongnya minta ampun kedua orang tuanya
katanya Dokter. Saya ajak lah memakai bahasa Inggris baru mereka agak
ramah. Dasar, memangnya baru saya Supir, saya begok?"
10 menit kemudian
"Aduh Pak, berkas saya ketinggalan"
"GIMANA SIH KOK GAK DISIAPIN?"
"Sudah Pak, karena cepet-cepet lupa"
"Ya udah telpon adiknya suruh bawain!"
Mobil menepi dan saya menghubungi Adek untuk membawakan berkas yang tertinggal.
"Mbak, pasti banyak pikiran ya, makanya sampai lupa. Makanya Mbak apa-apa itu doa dulu, Mbaknya kurang berdoa ini"
😑 😑 😑
Tak
lama kemudian Adek datang dan saya melanjutkan perjalanan. Di
perjalanan saya ditelepon oleh rekan saya yang sudah terlebih dahulu
disana.
"Pak, cepet Pak nanti telat"
"Memangnya kalau telat Mbaknya dipecat?"
🙄 🙄 🙄
Selama
perjalanan saya mengobrol terus bersama bapak supir. Segala hal tentang
dirinya saya tanyakan, bahkan ia sempat menawarkan produk MLMnya. Ia
juga bercerita tentang keluarganya, tentang anaknya yang malas dan
kehidupannya yang pelik.
Hurt people hurt people. Saya semakin memahami reaksinya terjadi karena banyak luka dan ketidakpuasan di dalam diri.
Setelah
mengenal lebih jauh, Pak Supir ini ternyata berhati mulia. Ia sering
menyisihkan penghasilannya untuk diberikan ke yayasan-yayasan dan
diberikan ke orang-orang yang kurang beruntung yang ditemuinya. Sering
pula ia mengadakan semacam bakti sosial atau bagi-bagi nasi bungkus di
jalanan. Bahkan ada beberapa penumpang yang tidak ditagihkannya ongkos
ketika penumpangnya tidak punya uang.
Ia mengatakan kita tidak perlu menjadi kaya untuk berbagi, jika kita menunggu kaya, sesudah kita kaya raya, kita akan tetap merasa kurang kaya untuk berbagi.
Kemudian di tengah percakapan ia berkata,
"Mbak, kok aneh ya, biasanya saya selalu marah-marah. Mungkin karena Mbaknya ramah kali ya?"
"Ya, kenapa Bapak harus marah?"
Ia hanya tertawa. Lalu mobil masuk ke gerbang Hotel tujuan saya.
Ia mengantarkan sampai ke depan lobby sambil berkata, "Kalau Bos memang harus disini turunnya Mbak"
"Terimakasih ya Pak," jawab saya sambil tersenyum.
(bersambung)
Be First to Post Comment !
Post a Comment