sebuah catatan perjalanan belajar menjadi manusia

Mengenang Mantan sebagai Pahlawan


Disclosure : Tulisan ini saya persembahkan untuk sahabat saya yang sedang dalam proses tawar menawar mantan menjadi pahlawan.  

Di suatu pagi yang dingin sambil menunggu matahari terbit, kami berdua terdiam. Dia ingin mendekat namun diri ini menjauh. Beberapa saat kemudian saya meninggalkan dia sendirian menatap matahari terbit seperti yang ia inginkan. Sesampainya saya di rumah, ia mengirim pesan, “sebaiknya kita hanya berteman”. Lalu dia sedikit menambahkan di pesan lainnya, “suatu hari nanti, kirimkanlah undangan pernikahan”.

Kami berdua sungguh tahu hubungan ini tidak akan berjalan seperti yang diharapkan. Saya tahu, sedih itu pasti datang, hanya saja bercampur sebuah kelegaan daripada dipaksakan. Kami berdua orang yang baik, namun tidak bisa dipersatukan. Saya tahu, hatinya bukan untuk saya seorang. Saya tahu, hati saya juga tidak mampu untuk melanjutkan. Lebay? Iya. Ini kisah kasih SMA yang aneh, absurd dan termehek-mehek. Dia penyemangat saya ketika Ujian Nasional, dia memberikan pertimbangan jurusan kuliah hingga mengirimkan buku profil berbagai universitas, dia kekasih yang tak banyak dikenal, dia kisah yang manis namun hanya untuk dikenang tidak untuk terulang.        

Beberapa tahun setelahnya, ternyata saya bertemu kisah-kisah lainnya yang kurang lebih berakhir sama. Bahkan ada yang lebih lebay dan drama, hingga malaikat pelindung saya berekspresi seperti ini

Hahaha.. Sorry Mum,

Ada sebuah kata bijak yang mengungkapkan,
Jika hal itu bukanlah masalah 5 tahun mendatang, jangan menghabiskan waktu lebih dari 5 menit untuk memikirkannya.

Kisah Lantai yang Kotor dan Kegagalan Seorang Menantu



Saat itu saya masih kuliah dan praktek di kabupaten lain yang mengharuskan saya untuk tinggal di sana selama satu bulan. Biasanya ketika mendapat tempat praktek di kabupaten lain, saya akan mencari kamar kost yang berupa kamar terpisah dengan tuan rumah dan tinggal bertetangga dengan teman-teman yang kebetulan mendapat tempat praktek disana. Namun karena beberapa hal, pertama kalinya saya harus tinggal bersama dengan tuan rumah dengan cara mengontrak satu kamarnya sehingga mau tidak mau saya juga ikut melihat apa-apa saja yang terjadi dalam keseharian keluarga tersebut.

Kisah yang Tersisa di Panti Werda

Sebuah tanda pemberitahuan muncul di layar telepon pintar saya, sebuah jawaban pesan dari adik perempuan yang kini sedang menjalani praktek studi ilmu keperawatan.

Adek mangkin praktek di Panti Werda” 1) tulisnya. 

Saya teringat beberapa tahun yang lalu saya juga mengalami masa-masa itu. Masa praktek mahasiswa perawat yang berpindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, dari satu puskesmas ke puskesmas lain, dari satu banjar2) ke banjar lain, ke rumah-rumah warga serta ke Rumah Sakit Jiwa dan Panti Werda. Lupa-lupa ingat, saya sampaikan pada adik saya untuk mencari pasien saya yang dulu dengan mengandalkan ciri-ciri tempat tinggalnya. Saya hanya ingin tahu bagaimana kabar Odah3) itu sekarang, apakah masih sehat? Semoga saja.

Selebaran Intoleransi Masa Kini

Saat itu di suatu hari di pukul 06.00, saya kecil yang baru bangun tidur langsung menghidupkan televisi. Saya berharap ada acara anak-anak, namun malah sebuah ceramah salah satu agama yang sedang tayang. Saya mendengarkannya dan ibu yang saat itu sudah lebih dahulu bangun ikut menonton dan berkata,
semua agama sama saja, mengajarkan kebaikan  

Lalu kami menonton ceramah itu berdua.

Saat itu di hari yang lain di pukul 14.00, saya sudah pulang sekolah dan sudah menyantap makan siang. Televisi menjadi satu-satunya hiburan dan ternyata sedang tayang serial televisi bertema keagamaan. Tanpa berkata-kata, ibu saya ikut menontonnya. Sejak saat itu serial itu menjadi tontonan wajib kami walaupun ada beberapa bagian yang tidak kami mengerti karena bukan ritual agama sendiri.

Jangan Menjadi Orang Lain


Teruntuk diriku yang senang mengamati,

Jangan menjadi orang lain. Jangan. Karena orang lainpun berusaha keras menjadi orang lain yang berarti mereka tak cukup mencintai dirinya sendiri. Untuk apa menjadi orang yang seperti itu?

Melihat seorang yang sukses ingin seperti dia, melihat wanita yang cantik ingin seperti dia, melihat anak yang berbakti ingin seperti dia. Melihat hal ini ingin menjadi ini, melihat hal itu ingin menjadi itu. Kau terlalu memaksakan dirimu menjadi sempurna namun ada satu yang kau lupa bahwa kau juga istimewa.

Custom Post Signature

Custom Post  Signature