Aku pernah curiga, masih curiga dan akan selalu curiga bahwa dahulu akulah yang memilih kelahiranku sendiri.
Dari
kejauhan sebelum lahir ke dunia aku melihat-lihat kehidupan macam apa
yang akan aku masuki. Mungkin semacam tour, (rasanya seperti
membuka-buka menu di meja makan restoran) lalu melihat sebuah pulau
tropis dengan alam yang asri dan getaran spiritual tinggi.
Pada
bagian keterangan tercantum pulau itu bernama Pulau Surga dengan
masyarakat lokalnya yang modern tapi menjunjung ajaran leluhur, futuristik tapi beradat, dan
kolaborasi lain antara masa lalu dan masa depan yang unik.
Orang-orang
seluruh dunia (jika tak cukup uangnya) hanya bisa bermimpi untuk pergi
kesana seumur hidupnya. Orang-orang berduit berbondong-bodong berlibur,
menikah bahkan melahirkan demi mendapatkan aura segar dari alam yang
masih dijaga sebagai warisan.
Setiap
aku terkagum pada keindahan alam seperti betapa birunya laut, pohon
kelapa yang menyentuh langit, awan yang berarak ditiup angin dan sinar
fajar dan senja, aku seperti mengingat saat itu. Saat aku memilih akan
lahir dimana.
Dan kekagumanku pada tanah kelahiranku memang tiada akan ada habisnya.
Ibuku sendiri mengatakan aku "seperti turis saja".
Yang selalu membuka jendela mobil ketika melewati area persawahan, seakan-akan aku tidak pernah melihat sawah seumur hidupku.
Yang
selalu tertegun melihat matahari terbit di depan rumah ketika berhasil
bangun pagi, seakan-akan matahari baru pertama kali terbit seperti itu
pada pagi hari.
Yang selalu senang, girang, riang ketika kembali ke alam.
Ke tempat dimana aku ingin dilahirkan.
NB : aku juga curiga aku berpesan pada yang-disana-menyaksikanku- turun-ke-dunia agar aku bisa membawa ingatan saat itu ke saat ini, sehingga aku bisa menuliskannya.
Be First to Post Comment !
Post a Comment