sebuah catatan perjalanan belajar menjadi manusia

Derita Ibu Kunti

Seseorang manusia yang paling berani yang hanya pernah saya ketahui pernah hidup di dunia melalui cerita adalah Ibu Kunti. Keberanian dan kekuatannya menurut saya mengalahkan siapapun yang diproklamirkan paling berani. Ia adalah yang berani di atas pemberani. Ibu Kunti dalam cerita Mahabrata mengalami penderitaan demi penderitaan di dunia. Ditinggal mati oleh suaminya, terpisahkan oleh anak pertamanya, menghadapi penghinaan dan pengasingan di hutan, menyaksikan kematian cucu-cucunya, dan masih banyak derita fisik dan bathin lainnya. 


Hal yang saya kagumi lagi adalah Beliau juga selalu menyebut keponakannya yang sudah banyak berbuat tidak baik pada keluarganya dengan sebutan Suyudana, bukan Duryudana. Su artinya baik, jadi Ibu Kunti tetap percaya bahwa keponakannya itu adalah Yudana yang baik, bukan Yudana yang Jahat walaupun banyak hal yang tidak baik yang dilakukan oleh keponakannya pada dirinya, anak, cucu serta menantunya. Sungguh diperlukan sebuah hati yang sangat lapang untuk bisa melakukan itu semua. 

Kekuatan dan keberanian itu bukanlah perihal fisik, namun lebih kepada jiwa. Sebuah kata-kata dari beliau terngiang dari sejak saya kecil hingga kini. Entah saya membaca atau menonton atau diceritakan oleh para tetua, prosesnya tidak terlalu saya ingat. Saya hanya ingat Beliau katanya memohon pada Tuhan dan berkata, "Janganlah dikurangi cobaanku, namun perkuatlah hatiku untuk menerimanya".


Sejak dahulu saya selalu berpikir kapankah tiba saatnya saya berani memanjatkan doa seperti itu? Kapankah kita berhenti meminta dimudahkan, dilancarkan, diluluskan, diberhasilkan karena tanpa kegagalan dan kesalahan kita melewatkan banyak pelajaran. Jika semua mulus saja, jika semua lancar saja bagaimanakah bentuk kita sebagai manusia bisa berguna? 

Ketika cobaan yang datang semakin besar, ketika berbagai ujian-ujian kehidupan biasanya membuat seseorang menyerah dan mohon pengampunan, Ibu Kunti tetap setia dengan doanya. Kuatkanlah hatiku, lapangkanlah jiwaku untuk menerima semuanya. Ibu Kunti seorang yang sudah berkesadaran bahwa tiada yang lebih indah dari melepaskan kekhawatiran, ikhlas, pasrah dan menjalani apa yang menjadi karmanya di masa kini dan berbuat yang terbaik yang bisa dilakukan. 


Saya sedang belajar untuk menerapkan hal itu dalam kehidupan sehari-hari. Dengan perasaan damai dan tenang saya berkata Kuatkanlah hatiku, lapangkanlah jiwaku. Lalu tiba-tiba hayalan tentang hal-hal buruk yang akan terjadi mulai menggerogoti kedamaian. Bagaiman jika diberikan cobaan begini setelah saya berdoa, bagaimana jika begitu, saya pasti tak sanggup jika demikian, lalu bisa saja terjadi a b c d..... Arus kekhawatiran mengalir deras mengikis keyakinan. Namun keyakinan tetap pada tempatnya dan berkata "Apakah lagi yang kamu takutkan? Bukankah kita semua sebenarnya tiada namun ada?"
***

Be First to Post Comment !
Post a Comment

Custom Post Signature

Custom Post  Signature