
Beberapa waktu yang lalu saya
ditugaskan memberikan materi tentang komunikasi efektif dan manajemen stress
pada semua staff di tempat kerja. Ada banyak hal yang saya sampaikan yang merupakan
kombinasi dari seminar yang saya ikuti dan pendapat-pendapat pribadi. Tapi
bukan materi itu yang akan saya sampaikan disini. Saya akan menyampaikan hal
yang sedikit menggelitik yaitu betapa antusiasnya
peserta mengikuti materi saya.
Pada tanggal 8 Oktober 2015 saya memberikan
materi dengan kuota terisi hampir penuh 50 kursi (jumlah yang rasanya tidak
akan se-ramai ini untuk materi lainnya) dan ternyata ada permintaan kembali
untuk mengisi materi bagian ke 2 dengan tema yang sama, kemarin 5 November 2015.
Saya senang, sekaligus saya sadar bukan saya yang membuat mereka begitu
antusias, bukan pula karena materi yang saya bawakan... mereka berharap saya
bisa membantu mereka dan awalnya, saya berpikir ini kesempatan bagi saya untuk berbuat baik.
Pada
acara bagian ke 2 kemarin,
saya memperhatikan satu per satu peserta sebelum acara dimulai. Memang
di-setting dari panitia untuk pemerataan peserta, jadi peserta yang
sudah ikut
di sesi 1 tidak ikut lagi di sesi 2 berhubung materi yang dibawakan sama
seperti sebelumnya. Tapi... spontan saya tertawa karena ada beberapa
orang yang
sudah ikut sesi 1 namun ikut pula di sesi 2. Entah ini miskomunikasi
panitia atau memang keinginan peserta sendiri. Saya menghampiri mereka
dan berkata,
"Wah, kalian yang ikut sampai 2 kali menunjukkan tingkat stress yang tinggi ya" dan dibalas dengan tawa berderai seluruh peserta.
Begitulah
akhirnya pada sesi 2 ini baru saya menyadari bahwa mereka berharap
kepada saya untuk mengurangi atau menghilangkan stressnya. Mereka
mengharapkan saya, orang yang tidak punya kuasa atas pemikiran dan
perbuatan mereka untuk menghilangkan stress yang ada di hidup mereka!
Maka, pada sesi ini saya katakan di pembukaan (yang tidak saya sampaikan
di sesi 1) :
"Saya
tidak bisa mengubah anda atau keadaan anda, saya hanya bisa berbicara
saja. Selama apapun saya berbicara baik 1 atau 2 bahkan 24 jam
sekalipun, pada akhirnya hanya anda yang bisa menolong diri anda
sendiri"
Mungkin terdengar kejam tapi memang begitu adanya. Saya menanamkan mindset itu di awal agar peserta tidak salah paham bahwa hanya dengan mengikuti materi saya stres langsung hilang.
Penyampaian materi berlangsung dengan interaktif dan santai. Saya tutup pula dengan teknik relaksasi progresif
Begitulah....
dari sebuah penyampaian materi, bukan hanya peserta yang mendapatkan
hal yang baru tapi kedua belah pihak, peserta dan pembicara. Hal ini
membuat saya semakin ingin belajar lebih dan lebih untuk komunikasi
publik. Ingin tahu lagi dan lagi untuk ilmu kehidupan.
Kuncinya ada di Dalam
Seperti
Tuhan yang ada di dalam diri kita masing-masing, hal-hal buruk juga
bercokol dalam pikiran kita bersamanya. Ia menunggu saat yang tepat
untuk berontak, mengamati apakah diri ini lebih memihak dia ataukah
mengabaikannya.
Maka
hal itulah yang mendasari beberapa orang memilih mengakhiri hidupnya
atau menyakiti dirinya. Monster dalam dirinya telah menang! Monster itu
selalu diberi makan oleh dirinya dan orang disekitarnya dengan berbagai
hal : penghinaan, kesakitan, penghianatan, kesendirian ... Dan hal lain
yang membuatnya makin besar dan kuat tanpa ada perlawanan.
Ketika monster kita bertambah besar, Berapa banyak dari kita yang mencari seseorang atau suatu hal yang bisa mengubahnya dan membukakan pintu kebahagiaan? Kita bercerita
pada seseorang, kita berkonsultasi, kita ikut kelas-kelas kebahagiaan,
kita membaca banyak buku dan mengikuti berbagai macam terapi. Akankah
itu berhasil?
Setiap
orang bisa pergi sejauh mungkin dari tempatnya saat ini bahkan bisa
keliling dunia, tapi sebanyak apa yang bisa pergi ke dalam diri,
mengerti diri sendiri dan bahagia karenanya?
"Everything you need is inside you"
Mengapa
sebagian besar orang hanya berpikir jalan keluar dari sebuah masalah,
namun hanya beberapa yang menyadari bahwa ada "jalan ke dalam"? Lebih
mudah mana : mengubah seluruh dunia agar sesuai keinginan kita atau
mengubah apa yang ada di dalam diri?
Tidak
mungkin kita bisa mengendalikan segala hal agar terjadi sesuai
keinginan kita, namun kita bisa mengendalikan bagaimana dari dalam diri
ini meresponnya. Dan ketika kunci itu sudah kita dapatkan, monster itu
akan mengecil dan hilang tergantikan kebahagiaan.
Mengingatkanku dengan seorang kakek yang bercerita kepada cucunya bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat 2 serigala yang selalu bertarung
ReplyDelete- Serigala pertama : sangat buas, penuh amarah, iri, penyesalan, tamak, merasa sengsara sekaligus merasa sombong.
- Serigala kedua : baik hati, penuh cinta, bahagia, damai , penuh harapan, rela memaafkan diri sendiri maupun orang lain’
Dan sang cucu bertanya
Serigala mana yang lebih kuat dan menang?
Kakek pun menjawab, serigala yang sering kau beri makan lah yang akan menjadi lebih kuat dan menang
Wah, cerita yang sangat menarik. Terimakasih Guru
Delete